Tantangan Menjadi Presenter BBG Milenial

OLEH INTAN MAKFIRAH, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Ketua Unit Kreativitas Mahasiswa (UKM) Jurnalistik STKIP Bina Bangsa Getsempena (BBG) Banda Aceh, melaporkan dari Banda Aceh

PANDEMI yang melanda Aceh sejak Maret 2020 telah memengaruhi segala aktivitas di perguruan tinggi. Perkuliahan yang semula dilaksanakan secara tatap muka beralih ke perkuliahan daring (online). Selain itu, segala aktivitas kampus di luar perkuliahan juga harus ditiadakan untuk menghindari keramaian. Begitu juga kegiatan seminar, kuliah, dan aktivitas unit kegiatan mahasiswa (UKM) juga harus dilaksanakan secara daring.

Era new normal telah membuka sedikit ruang untuk aktivitas kampus, tapi tetap harus mematuhi protokol  kesehatan. Jenuhnya segala aktivitas daring telah memunculkan ide kreatif kami untuk mengembangkan program kreativitas dalam bentuk video. Salah satunya adalah program BBG Milenial yang ditayangkan melalui akun youtube BBG TV. Acara ini dikelola oleh anggota UKM Jurnalistik. BBG Milenial menampilkan mahasiswa-mahasiswa BBG yang berprestasi di berbagai bidang dan ada host yang mengajak mereka berbincang mengenai pengalaman dan prestasi yang telah diraih. Dosen pembina UKM Pak Hendra Kasmi mempercayakan saya sebagai host.

Berbicara di depan umum bukanlah hal yang baru, mengingat kemampuan public speaking saya  sudah terasah sejak di bangku SMP sampai  SMK  dengan menjadi pengurus OSIS.

Jiwa organisasi saya terus terasah saat menjadi mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia di STKIP BBG Banda Aceh. Menjadi seorang mahasiswi, ternyata lebih banyak lagi organisasi yang dapat saya ikuti. Misalnya, saya bergabung di beberapa organisasi, seperti Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan Unit Kreativitas Mahasiswa (UKM) Jurnalistik. Nah, di sini kemampuan public speaking semakin dituntut.

Memang menjadi pembawa acara di beberapa event kampus bukan lagi hal yang sulit, tapi kali ini berbeda: saya harus mampu berbicara di depan kamera. Wah. pengalaman baru, pikir saya, saat itu. Menjadi wajah dari BBG Milenial, tentu sangat membanggakan dan menyenangkan. Awal menjadi host, sungguh menyenangkan, narasumber yang ramah dan pintar berbicara memudahkan saya untuk berkomunikasi.

Hal yang lebih menyenangkan lagi, saya bebas menjadi diri sendiri, mengekspresikan semuanya sesuai kemampuan. Saya pun menjadi enjoy menjadi host di acara ini. Kameramannya adalah kawan-kawan di UKM Jurnalistik yang tentu saja telah mendapat pembinaan dari Pak Hendra. Usai syuting dilanjut dengan editing, setelah semua dirasa sempurna barulah video diunggah ke YouTube. Alhamdulillah, penayangan perdana kami mendapatkan respons yang sangat baik. Hal ini membuat tim jurnalistik menjadi bersemangat untuk membuat video-video selanjutnya.

Menjadi host BBG Milenial mendatangkan hal-hal positif bagi saya. Keterampilan berbicara dapat diasah. Kalau dulu di depan orang banyak, kini saya harus berlatih berbicara di depan kamera. Hal ini tentu saja berbeda dengan kemahiran berbicara di depan umum. Di depan kamera kita hanya berbicara sendiri, kita harus dapat berbicara seakan-akan ada banyak orang yang menyaksikan.  Tentu saja orang-orang itu tidak berkontak mata secara langsung dengan kita. Berbeda, tentu saja, yang biasanya saya berbicara hanya di depan para hadirin, kini saya harus berbicara di depan kamera dan kameraman. Hal yang mendebarkan adalah video ini bisa disaksikan oleh siapa saja,  dapat diakses kapan dan di mana saja.

Tantangan dalam program ini adalah masalah waktu.  Saya harus pintar membagi waktu untuk bisa mengisi BBG Milenial. Apalagi selain kuliah saya juga mempunyai kesibukan dalam organisasi. Solusinya, saya menyarankan agar syuting dilaksanakan saat jeda jadwal perkuliahan, sekitar pukul 12.00-14.00 WIB, kru lainnya pun setuju. Ke luar kuliah saya langsung bergegas ke lokasi tempat aktivitas BBG Milenial dilaksanakan. Kepadatan jadwal juga dirasakan oleh mahasiswa lainnya. Narasumber kami yang merupakan mahasiswa BBG pun terkadang terkendala dengan waktu. Terkadang ada saatnya telah menunggu beberapa lama, narasumber akhirnya tak dapat datang, terkadang ada kalanya narasumber yang lebih dulu sampai, dan saya harus buru-buru menuju lokasi.

Tak sampai di situ, kesabaran kami juga diuji saat memilih lokasi. Lokasi disesuaikan dengan peran dari narasumber. Ada kalanya kami harus bersahut-sahutan dengan suara bising sekitar. Hal ini membuat kami harus pintar-pintar mencari lokasi yang bagus tampak di kamera, tapi dengan suasana yang sunyi. Kameraman tak kalah harus memiliki kesabaran ekstra, membawa kamera dan tripod kesana kemari, mengikuti ke mana pun host berjalan, dan harus pintar mengambil gambar agar terlihat bagus.

Ada banyak narasumber dengan berbagai karakter yang harus saya hadapi. Harus banyak bersabar dan pintar mengendalikan situasi agar suasana tetap terasa nyaman. Selain itu, saya menjadi mengenal banyak orang hebat, berprestasi, dan menginspirasi. Berada di UKM Jurnalistik, membuat saya menjadi wartawan kampus, ada banyak mahasiswa berprestasi yang telah saya wawancarai, tetapi mewawancarai narasumber secara langsung didepan kamera jauh lebih menyenangkan. Saya menjadi bisa lebih akrab dengan orang-orang hebat ini.

Namun demikian, tak semudah itu mewawancarai narasumber saat berhadapan langsung didepan kamera. Ada narasumber yang grogi. Ia menjadi gugup dan susah menjawab pertanyaan. Hal ini membuat kami harus take beberapa kali sampai si narasumber benar-benar santai dan lancar saat berbicara. Tak sampai disitu, ada pula narasumber yang menjawab pertanyaan dengan singkat, padat, dan jelas membuat saya harus pandai menanggapi jawabannya hingga tidak terlihat terlalu datar. Harus bisa berbicara spontan, merupakan hal wajib yang harus dikuasai host, selain harus bisa melihat situasi, hingga mampu mengendalikan kondisi.

Beberapa waktu lalu, kamera milik UKM Jurnalistik pernah bermasalah, membuat kami harus merekam menggunakan handphone (hp). Tidak mudah ternyata, dari kualitas gambar yang kurang bagus, suara yang akhirnya pecah, dan memori penuh membuat kami harus mencari hp lain yang dapat digunakan. Namun, hal ini tidak mematahkan semangat kami untuk melanjutkan, sebisa mungkin kami melakukan yang terbaik agar program BBG Milenial terus berjalan. Tentu saja program ini merupakan hal yang sangat baik agar kreativitas kampus terus ada di tengah pandemi. Program ini merupakan salah satu aktivitas kampus yang sangat positif saat Covid-19 karena tidak melibatkan banyak orang. Hanya perlu seorang host, narasumber, dan kameraman. Walau demikian, kegiatan ini tetap mematuhi protokol kesehatan. 

Di balik video yang memberikan informasi bagi para penonton, di balik senyum sempurna dari host dan narasumber ada  banyak hal yang harus bisa kami kendalikan. Hal ini membuat saya tersadar, tidak mudah untuk menghasilkan karya-karya baru.

 Namun, saya bangga dan sangat senang dapat menjadi wajah dari BBG Milenial. Melalui acara ini, saya  mendapatkan banyak pengalaman dan mengenal banyak orang. Saya juga menjadi belajar banyak hal baru, dan juga tentunya melatih kekompakkan anggota jurnalistik dalam berkarya. Semoga BBG Milenial bisa semakin sukses dan menjadi acara yang terus dinanti-nantikan oleh para pemirsa.

Sumber : Klik

Leave a Reply