Kenikmatan ‘Boh Jambe Kleng’, Anggurnya Aceh

OLEH INTAN MAKFIRAH, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Ketua Unit Kreativitas Mahasiswa (UKM) Jurnalistik STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh, melaporkan dari Krueng Raya,  Aceh Besar

SEKITAR bulan Juli hingga Agustus, Aceh, khususnya daerah Krueng Raya, Aceh Besar, dibanjiri buah hitam yang bergelantungan lebat di setiap pohon sepanjang jalan daerah ini. Masyarakat Aceh menyebutnya boh jambe kleng. Bahasa Indonesianya jamblang, bahasa Latinnnya Syzygium cumini.

Jenis yang tumbuh di Aceh Besar ini adalah jamblang hitam, tak ada yang putih. Karena hitam, dinamakan jambe kleng atau jambu keling. Bentuknya yang bulat serta warnanya yang hitam keunguan membuat buah ini juga dijuluki ‘anggurnya Aceh’, tapi rasanya tentu berbeda dengan anggur yang sebenarnya. Anggur lebih manis. Selain itu, jamblang memiliki biji tunggal yang berukuran agak besar, sedangkan biji anggur kecil-kecil.

Buah yang rasanya kelat, sepat, tapi ada manis-manisnya ini sangat dinanti-nantikan masyarakat Aceh musimnya. Tinggal di daerah Krueng Raya, membuat saya sering melihat orang-orang yang memanen buah ini untuk dijual. Adanya jamblang membuat sebagian masyarakat di daerah ini bisa mendapatkan tambahan penghasilan. Menjual jamblang yang ranum cukup lama sudah dilakoni masyarakat di daerah ini.

Sebagai warga pindahan, saat pertama kali saya melihat teman-teman sibuk memanen jamblang yang pohonnya cukup banyak tumbuh alami di bukit dekat rumah, saya takjub. Terutama saat menyaksikan kelihaian mereka memanjat dan memetik begitu banyak buah jamblang.

Kami biasanya memetik jamblang pada saat weekend, saat tak ada aktivitas lain yang akan mengganggu berjalannya kegiatan pokok kami. Laki-laki dan perempuan berkumpul, lalu bersama-sama menuju tempat tujuan. Sesampainya di atas bukit, kami disambut angin sepoi-sepoi dan ranting berbagai pepohonan yang melambai ramah.

Pohon jamblang, ada yang tinggi, ada pula yang rendah. Cabangnya yang banyak membuat kita mudah memanjat dan bisa duduk-duduk di atas dahan pohon dengan mudah. Namun, keunggulan dari pohon yang tinggi besar, buahnya biasanya lebih banyak, besar, dan manis. Sedangkan pohon jamblang yang rendah cenderung memiliki buah yang sedikit.

Kami memutuskan untuk memetik jamblang di pohon rendah terlebih dahulu, karena memang pohon rendah yang justru lebih dulu kami temui. Anak lelaki langsung memanjat dengan santainya. Beberapa anak perempuan yang andal juga ikut memanjat, sedangkan yang lainnya menunggu di bawah sambil memberi petunjuk di mana lagi letak buah jamblang yang pantas dipetik.

Seru? Tentu saja! Saling berbagi tawa, bercengkarama, juga sesekali mencicipi hasil panen merupakan hal yang sangat seru. Hmm… rasa sepat becampur manis, begitulah rasa yang menyentuh lidah saat melahap jamblang. Tentu saja masih terasa segar karena langsung kami petik dari pohonnya.

Kami mulai perjalanan pukul 10.00 WIB, matahari pun semakin lama terasa semakin terik. Namun, hal ini tidak melunturkan semangat kami. Selesai “panen” di satu pohon, kami lanjut ke pohon berikutnya. Merasa penasaran, saya pun coba memanjat salah satu pohon, tentu saja dengan bantuan teman-teman. Setelah sedikit bersusah payah, akhirnya saya berhasil memanjat pohon ini. Wah, ternyata benar-benar lebih menyenangkan saat berada di atas. Angin sepoi-sepoi lebih kencang membelai pipi. Saya hirup dalam-dalam aroma alam ini. Terlihat jelas, hamparan rumput hijau yang menyelimuti bukit dan saya dapat menikmati pemandangan indah lainnya dari atas sini.

Setelah merasa cukup dan fisik mulai lelah, apalagi hari mulai sore kami pun memutuskan untuk menyudahi panen boh jambe kleng. Semua hasil kami gabungkan untuk kemudian dijual kepada ibu-ibu yang nantinya akan menjajakan jamblang di pinggir jalan.

Ada banyak orang berjualan “anggur Aceh” ini. Apalagi di sepanjang jalan ada lumayan banyak pengunjung yang ingin berwisata ke laut, baik ke Ujong Batee maupun ke Pasir Putih, Kecamatan Mesji Raya, Aceh Besar. Tak hanya itu, ada pula beberapa tempat wisata lain, seperti Benteng Indrapatra dan Benteng Inong Balee. Karena itu, dengan berjualan di pinggir jalan, memudahkan pembeli mendapatkan buah jamblang ranum. Terlebih lagi, buah jamblang memang banyak peminatnya. Saat dijual, boh jambe kleng  ini biasanya dilengkapi dengan garam yang telah dicampur cabai rawit. Ditambah lagi pliek-u (patarana) kering yang merupakan makanan khas Aceh sebagai pelengkap untuk menikmati buah ini. Pliek-u dicampur dengan gula, garam, dan cabai. Masyarakat Aceh rata-rata sangat menyukainya.

Tidak hanya ibu-ibu, anak-anak dan remaja pun ikut berjualan. Karena memiliki cukup banyak teman, saya pun sampai pernah diajak seorang teman untuk menemaninya berjualan. Rasa penasaran, mendorong saya untuk ikut. Sungguh, duduk di pinggir jalan dengan banyaknya kendaraan berlalu lalang sangatlah memenatkan mata. Apalagi banyak debu beterbangan seiring teriknya matahari. Banyaknya orang yang berjualan tentunya membuat kita kekurangan pelanggan. Huh… ada banyak suka dukanya berjualan jamblang ini ternyata.

Mereka berjualan dengan bangku kecil dan meja kecil, di atasnya diletakkan barang dagangan. Menantikan pembeli yang berlalu lalang naik kendaraan, itulah yang mereka lakukan sedari pagi hingga menjelang senja.

‘Anggur Aceh’ ini banyak diminati masyarakat, baik dari Aceh maupun luar Aceh. Bagi para pengunjung atau wisatawan yang bepergian pada bulan Juli hingga Agustus ke daerah Krueng Raya, tentulah akan sangat beruntung, karena bisa mencicipi kenikmatan boh jambe kleng sambil mengagumi pesona alam dari tempat wisata yang dikunjungi. Memang hanya pada bulan-bulan inilah orang-orang dapat menikmatinya, karena jamblang merupakan buah musiman yang hanya ada pada bulan-bulan tertentu. Maka dari itu, berkunjunglah ke daerah Krueng Raya pada masa-masa ini.

Namun, bila tak ingin jauh-jauh ke daerah Aceh Besar Anda juga dapat membelinya di Banda Aceh. Misalnya, di dalam kompleks Kampus Universitas Syiah Kuala atau di atas Jembatan Pante Pirak. Anehnya, di atas jembatan kok bisa jualan? Ya, inilah Aceh. Banyak hal yang unik di sini.

Hingga kini, buah ini menjadi favorit banyak orang, menikmati bersama keluarga dan kerabat pastilah sangat menyenangkan. Apalagi dilengkapi dengan garam rujak dan pliek u. Selain itu, ada pula pedagang cerdas yang menyulap jamblang menjadi es lilin. Tentunya tak kalah nikmat, apalagi dinikmati siang hari, sungguh menyegarkan dan mampu mengusir dahaga.

Boh jambe kleng, buah dengan julukan ‘anggurnya Aceh’ ini memberi banyak manfaat, selain sebagai buah yang dapat memanjakan lidah, juga dapat menjadi pemasukan tambahan bagi masyarakat setempat. Walaupun merupakan buah musiman yang hanya dapat kita rasakan sesaat, tapi akan selalu menjadi buah tangan favorit bagi pengunjung atau wisatawan.

Sumber : Klik

Leave a Reply