Indonesia-Inggris Kerja Sama Riset Atasi Penyakit Menular, Menristekdikti: Tanpa Kolaborasi Tidak Mungkin Indonesia Maju
Siaran Pers Kemenristekdikti
Nomor : 95/SP/HM/BKKP/V/2019
Jakarta – Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Inggris memperkuat kerja sama dua negara dalam bidang penelitian penyakit menular. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi bersama Departemen Bisnis, Energi dan Strategi Industri Inggris melalui Newton Fund menyiapkan dana Rp 37 miliar untuk mendanai enam penelitian terbaik dalam bidang penyakit menular untuk jangka waktu tiga tahun.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan kolaborasi antar negara merupakan sebuah keniscayaan untuk mencapai Indonesia maju dan sejahtera. Menristekdikti menargetkan kolaborasi antara peneliti Indonesia dengan peneliti Inggris perlu meningkat agar riset di Indonesia dapat menghasilkan lebih banyak paten dan prototipe.
“Saya katakan tanpa kolaborasi tidak mungkin Indonesia akan maju. Kalau ingin maju, kita harus terbuka. Keterbukaan dan transparansi ini menjadi penting,” ungkap Menristekdikti saat konferensi pers peluncuran kerjasama riset penyakit menular Indonesia – Inggris melalui Program Newton Fund antara Medical Research Council (MRC) dan Kemenristekdikti, di Gedung D, Kemenristekdikti, Jakarta, Senin (13/5).
Menteri Nasir mengungkapkan kinerja riset, publikasi dan paten Indonesia menunjukkan tren yang sangat menggembirakan. Namun demikian hal tersebut tidak cukup, hasil riset harus mampu dihilirisasi agar dapat memberikan dampak bagi perekonomian masyarakat dan negara.
” Jumlah paten di Indonesia sendiri saat ini sudah mencapai 2842, namun ini tidak cukup, hasil riset juga harus dapat dikomersialisasikan agar memiliki dampak ekonomi. Ini yang kita dorong. Saya meminta kepada Bapak Duta Besar agar kerjasama riset ini harus bisa diterapkan di dunia industri, agar memiliki dampak secara ekonomi,” ulasnya.
Lebih jauh, kata Nasir, terkait dengan kerjasama indonesia dan Inggris dalam bidang kesehatan, bertujuan menghasilkan terobosan dalam bidang penyakit menular (infectious diseases). Hasil kolaborasi ini akan meningkatan ketahanan dan kesiapan Indonesia dalam menangani penyakit menular yang mematikan, termasuk melalui intervensi kebijakan maupun pengembangan teknologi farmasi dan inovasi alat medis. Indonesia memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap potensi penyakit menular seperti tuberkulosis, HIV, malaria dan demam berdarah. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat sebanyak 16.692 kasus demam berdarah di Indonesia per 3 Februari 2019.
“Hasil riset ini saya harapkan menghasilkan inovasi di bidang kesehatan dan obatan. Saya ucapkan terimakasih kepada pemerintah Inggris telah membantu riset di Indonesia. Harapannya ada pemanfaatan dalam dunia usaha dan industri, dan kita ingin masa kerjasama riset ini diperpanjang ke depannya,” ujar Menteri Nasir.
Kemenristekdikti juga telah melakukan Join Working Group (JWG) dengan pemerintah Inggris dan perwakilan perguruan tinggi Inggris yang dipimpin oleh Duta Besar Inggris Moazzam Malik di Gedung D Kemenristekdikti pada Jumat (10/5) lalu yang menghasilkan beberapa poin kerja sama, salah satunya adalah kunjungan dosen atau staff mobility antara Inggris dengan Indonesia.
“Staff mobility dosen Indonesia ke luar negeri untuk meningkatkan kemampuan melalui post doktoralnya. Dosen dari Kerajaan Inggris ke Indonesia untuk berkolaborasi, membantu guru besar di Indonesia dalam bidang riset dan edukasi,” ungkap Menteri Nasir.
Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, ASEAN dan Timor Leste – Moazzam Malik mengatakan bahwa ancaman penyakit menular sangat tinggi di Indonesia dan. mengancam keberlangsungan hidup masyarakat dan juga perekonomian nasional. Melalui kerja sama yang erat, ilmuwan terbaik Inggris dan Indonesia berkontribusi mengurangi tingkat kerawanan penyakit menular.
“Newton Fund dan Kemenristekdikti, dalam kemitraannya berkomitmen untuk mendanai riset-riset kolaborasi berskala internasional yang dapat memberikan kontribusi positif baik secara sosial maupun ekonomi,” ujar Moazzam.
Menurutnya, Inggris dalam bidang riset dan pendidikan tinggi menjadi mitra utama Indonesia. Hal ini karena bidang sains dan riset Inggris menempati posisi kedua dunia. Sebanyak 54% hasil penelitiannya masuk ke dalam kategori terbaik dunia. Hasil riset Inggris dikutip lebih banyak, bila dibandingkan dengan hasil riset negara lainnya. Selain itu, 38% peraih Nobel memilih untuk bersekolah di Inggris.
“Selamat kepada enam peneliti yang terpilih yang mendapatkan pendanaan. Kolaborasi ini dibawah skema Newton fund. Dengan dana total 37 milyar, Inggris membiayai kerjasama riset ini sebesar Rp 32 miliar. Saya bangga kami bisa bermitra dengan ilmuwan di Indonesia untuk menghadapi isu penting di bidang kesehatan. Saya harap riset-riset terpilih ini berguna bagi masyarakat Indonesia untuk hidup lebih lama, lebih sehat dan lebih makmur,” terang Moazzam.
Moazzam Malik menyatakan Inggris melihat potensi menjadi mitra utama bagi pendidikan tinggi dan riset di Indonesia.
“Tujuan kami adalah menjadi mitra utama bagi Indonesia di bidang pendidikan tinggi dan riset karena universitas-universitas Inggris sudah bertaraf Internasional, sebagian terbaik di dunia. 18 dari 100 universitas terbaik dunia ada di Inggris. 38 persen peraih Nobel sekolah di Inggris,” ungkap Duta Besar Inggris untuk Indonesia, ASEAN dan Timor Leste Moazzam dalam bahasa Indonesia yang lancar.
Enam penelitian kolaboratif yang didanai oleh Kerajaan Inggris dan Pemerintah Indonesia mencakup proposal penelitian dengan judul:
- Cathelicidins As Novel Therapeutic Antivirals For Dengue Infection. Riset ini bertujuan menguji molekul cathelicidins yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh manusia, apakah molekul ini dapat dimodifikasi untuk memerangi demam berdarah. Peneliti utama dari Indonesia adalah Anom Bowolaksono dari Universitas Indonesia dan dari Inggris adalah Peter Barlow dari Edinburgh Napier University.
- Pathogen exchange at the human wildlife interface – a comprehensive molecular study on vector-borne disease in rural Sulawesi. Riset ini bertujuan memahami peran interaksi binatang dan manusia dalam penyebaran penyakit menular seperti malaria. Peneliti utama dari Indonesia adalah Isra Wahid dari Universitas Hasanuddin dan dari Inggris adalah Janet Cox-Singh dari University of Saint Andrews.
- Feasibility, acceptability and impact of an innovative, tailored HIV prevention intervention for MSM at high-risk of HIV in Indonesia. Riset ini bertujuan menyelidiki pencegahan HIV yang inovatif, baik melalui pelayanan deteksi yang memadai, juga penanganan yang cepat bagi masyarakat yang sudah terkena dampak HIV. Peneliti utama dari Indonesia adalah Irwanto dari Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya dan dari Inggris adalah Keerti Gedela dari University of Chelsea dan Westminster Hospital National Health Service (NHS) Foundation Trust.
- Using host-responses and pathogen genomics to improve diagnostics for tuberculosis in Bandung, Indonesia. Dalam hal mengontrol tuberkulosis (TBC), riset ini bertujuan mengidentifikasi pasien tuberkulosis sejak dini dan meningkatkan pengawasan pada masa pengobatan. Kapasitas analisa akan ditingkatkan, dan pembangunan teknologi tepat akan dikembangkan. Peneliti utama dari Indonesia adalah Ida Parwati dari Universitas Padjadjaran dan dari Inggris adalah Taane Clark dari The London School of Hygiene and Tropical Medicine.
- Improving diagnosis of brain infections in Indonesia using novel and established molecular diagnostic tools. Riset ini bertujuan menyelidiki pemakaian peralatan molekuler yang dapat meningkatkan diagnosa penderita infeksi otak di Indonesia. Peneliti utama dari Indonesia adalah Tri Wibawa dari Universitas Gadjah Mada dan dari Inggris adalah Michael Griffiths dari University of Liverpool.
- Point of care tests in the diagnosis of chronic and allergic aspergillosis. Diagnosis penyakit aspergillosis termasuk mahal dan memerlukan peralatan khusus. Riset ini bertujuan mengembangkan uji diagnosa yang lebih mudah dan terjangkau. Peneliti utama dari Indonesia adalah Anna Rozaliyani dari Universitas Indonesia dan dari Inggris adalah Chris Kosmidis dari University of Manchester.
Konferensi pers ini dihadiri oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir dan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, ASEAN dan Timor Leste Moazzam Malik serta Direktur Pengembangan Teknologi Industri Hotmatua Daulay dan Kepala Biro Kerja Sama dan Komunikasi Publik Nada D.S. Marsudi.
Biro Kerja Sama dan Komunikasi Publik
dan
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan
Kemenristekdikti
Sumber : Klik