Ditjen Belmawa Menjalin Kerja Sama dengan Balitbang Kemenkumham terkait Evaluasi Pendidikan Tinggi Inkulsif
Pendidikan tinggi perlu memenuhi hak-hak penyandang disabilitas untuk belajar. Mulai dari hak kesetaraan mutu pendidikan, hak untuk menjadi pendidik, hak sebagai penyelenggara pendidikan, serta hak untuk mendapatkan akomodasi yang layak dalam proses pendidikan.
Direktorat Jenderal Pembelajaran, dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan tinggi inklusif. Salah satunya melalui Perjanjian Kerja Sama yang dijalin bersama Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Prof. Ismunandar selaku Dirjen Belmawa serta Dr. Asep Kurnia sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM menandatangani langsung berkas Perjanjian Kerja Sama tentang Evaluasi Proses Pembelajaran Bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas di Perguruan Tinggi yang dilaksanakan pada hari Senin (13/05/2019) di Century Park Hotel, Jakarta.
Dirjen Belmawa dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas kerja sama yang terjalin. “Kami menyambut gembira atas ajakan kerja sama dari rekan-rekan Kemenkumham, sangat produktif pertemuan baru beberapa pekan lalu dan saat ini sudah berjalan. Mudah-mudahan kita bisa segera menyelenggarakan real action untuk dilaksanakan bersama,” ujar Imsunandar.
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa Kemnenristekdikti telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan pendidikan tinggi yang inklusif mulai dari proses penerimaan calon mahasiswa hingga proses pembelajarannya.
“Mulai dari penerimaan mahasiswa baru kita sudah mulai memberikan fasilitas untuk penyandang tunanetra. Dulunya ketika ujian calon mahasiswa baru yang tunanetra itu didampingi dua orang, tetapi mulai tahun ini kita melakukan inovasi soal dibaca melalui screen reader sehingga calon mahasiswa bisa membaca dan menjawab langsung. Kita pun melakukan afirmasi dari jumlah soal menjadi sedikit, atuapun gambar yang masih sukar kami kurangi,” terang Dirjen Belmawa.
Tahun ini, Kemenristekdikti juga meluncurkan beasiswa untuk difabel. Beasiswa ini bermaksud untuk memberi bantuan secara spesifik mulai dari persyaratan, proses seleksi, hingga besaran biaya kuliah. Selain beasiswa, Ditjen Belmawa mendorong perguruan tinggi untuk melakukan afirmasi dan akomodasi atau fasilitas khusus untuk difabel.
“Meskipun belum banyak juga universitas yang melakukan itu karena terkendala fasilitas, kami terus mendorong,” tambahnya.
Kerja sama yang disepakati diharapkan dapat mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan di perguruant tinggi terkait pemenuhan kebutuhan pendidikan tinggi untuk disabilitas. Sehingga ke depannya dapat dilakukan langkah dan strategi lebih baik agar kelompok disabilitas bisa diberi fasilitas di perguruan tinggi, dan mendapatkan pendidikan tinggi yang layak.
“Mudah-mudahan kita bersama bisa melaksanakan kegiatan bersama-sama ke depan. Kita memiliki rencana strategis untuk meningkatkan Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi menjadi 50%, termasuk angka partisipasi dari kelompok disabilitas,” pungkas Ismunandar.
Asep Kurnia pun turut mengapresiasi kerja sama yang terjalin. Ia pun menyampaikan bahwa telah menerima beberapa kerangka penelitian. “Saya juga (ingin menyampaikan) urutan-urutan evaluasi ini sudah kita lakukan, mereka sudah menyampaikan pemaparan proposalnya kepada kami terkait apa saja yang akan dolakukan. Saya sampaikan bahwa makin baik kita mendapatkan informasi, makin akurat data dan hasil yang ada.” jelas Asep.
Kerja sama ini memiliki tiga tujuan utama. Pertama, menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi Ditjen Belmawa maupun Balitbang Kemenkumham dalam rangka menjamin pemenuhan hak atas pendidikan dan peningkatan kualitas penelitian dan pengembangan terkait penyelenggaraan pendidikan tinggi bagi penyandang disabilitas.
Kedua, kerja sama ini bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumber daya yang dimiliki oleh kedua belah pihak untuk mendukung pelaksanaan penelitian dan pengembangan dalam rangka evaluasi proses pembelajaran peserta didik penyandang disabilitas di perguruan tinggi yang terdapat pada masing-masing institusi.
Terakhir, kerja sama ini diharapkan dapat memanfaatkan hasil evaluasi, penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan bagi para pihak dalam menjamin pemenuhan hak atas pendidikan dan meningkatkan proses pembelajaran bagi peserta didik penyandang disabilitas di perguruan tinggi.
Kerja sama dalam perjanjian ini berlaku sampai dengan satu tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi dan kesepakatan kedua belah pihak. (MFR/HKLI)