Pembangunan Center of Excellence Wujudkan Kampus Berdaya Saing
Serang – Sehari setelah perayaan Hari Kesaktian Pancasila dan bertepatan dengan perayaan Hari Batik Nasional, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten menggelar Sidang Senat Terbuka dan Dies Natalis Ke-36 di Auditorium B Kampus Pakupatan. Meski kegiatan tahunan tersebut digelar secara sederhana, segenap civitas akademika Untirta tetap merayakan dengan penuh khidmat sembari merefleksi diri, serta meninjau kembali hal apa saja yang telah berhasil dicapai dan hal apa saja yang masih belum dicapai selama setahun ini.
Rektor Untirta Prof. Dr. H. Soleh Hidayat, M.Pd. dalam pembukaan acara mengungkapkan alasan mengapa perayaan tahun ini berbeda. Menurutnya, alasan selain digunakan sebagai momen refleksi, Dies Natalis tahun ini juga berbarengan dengan proses akreditasi kampus. Sehingga fokus menyambut Dies Natalis, sepenuhnya dialihkan pada persiapan akreditasi perguruan tinggi. Bagi Prof. Soleh, saat ini Untirta tengah fokus pada akreditasi lembaga.
“Refleksi dan introspeksi diri sangat penting agar kita dapat memilih perjalanan mana yang sudah aman dalam artian selesai dan jalan mana yang belum aman dalam artian belum selesai, untuk melakukan perbaikan di masa mendatang,” ujarnya, Senin (2/10).
Dalam kesempatan selanjutnya, Prof. Soleh juga menjelaskan secara singkat milestone Untirta dari awal didirikan, juga membacakan kepada hadirin yang datang terkait sejumlah catatan prestasi yang telah diraih oleh Untirta selama setahun. Acara terebut juga menjadi ajang unjuk gigi tiga program studi yang naik peringkat menjadi A dalam hal akreditasi.
Pada perayaan Dies Natalis ini, turut hadir Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti, Prof. dr Ali Ghufron Mukti M.Sc., Ph.D., mewakili Kemristekdikti untuk memberikan orasi ilmiah. Dalam orasinya, Prof. Ghufron banyak membahas tentang inovasi dan universitas yang ideal di masa mendatang. Menurut Ghufron, universitas yang baik ialah universitas yang memahami bahwa dirinya bukanlah sebagai tempat mencetak agen perubahan, melainkan tempat membentuk agen yang mampu mengubah budaya dan karakter bangsa. Karakter yang baik sangat dibutuhkan oleh setiap perguruan tinggi di Indonesia sebagai bekal menghadapi zaman yang terus bergerak maju.
Selama ini bentuk menghadapi perubahan ialah dengan melaksanakan pembangunan dan membenahi infrastruktur yang ada. Namun, langkah tersebut masih dikatakan belum ideal. Prof. Ghufron menyampaikan pesan kepada seluruh civitas akademika Untirta yang datang, bahwa sebaiknya ke depan Untirta tidak hanya sekadar berpikir tentang bagaimana caranya membangun dan mengembangkan infrastruktur yang ada. Namun, juga harus memikirkan cara untuk membangun kualitas pembelajarannya. Agar suatu nanti, mahasiswa yang berhasil dicetak Untirta merupakan mahasiswa berintegritas, moral, dan berkarakter unggul yang mampu berdaya saing, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Tidak hanya berpesan tentang pembangunan, Prof. Ghufron juga menyinggung bagaimana sebaiknya dosen Untirta bekerja dengan pendekatan kultur disiplin dan kerja keras. Sebagai seorang pendidik, tugas seorang dosen dapat dikatakan ganda. Selain mendidik, dosen juga dituntut mengabdi. Hal ini akan dengan mudah dilakukan apabila seorang dosen mampu bekerja secara cerdas, tuntas, dan ikhlas, tanpa mengabaikan kultur disiplin. Ketiga hal tersebut sangat dibutuhkan oleh seorang dosen agar bisa mencetak mahasiswa unggul dan mampu mengubah iklim akademik di kampusnya menjadi lebih berdaya saing.
“Setiap kampus memiliki kesempatan untuk bisa bersaing di tingkat internasional, asal segenap civitas akademika di kampus itu serius mengejar hal tersebut,” tuturnya.
Berbicara tentang kesempatan menjadi kampus berdaya saing. Dalam rangka meningkatkan kualitas riset di perguruan tinggi Indonesia, Kemristekdikti melalui Pinjaman Hibah Luar Negeri Islamic Development Bank (PHLN IDB) menyelenggarakan Proyek Pengembangan Empat Universitas (Project 4in1) untuk pembangunan Center of Excellence bagi empat Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia. Untirta menjadi salah satu universitas yang terpilih di antara tiga universitas lainnya, yaitu Universitas Mulawarman, Universitas Negeri Malang, dan Universitas Jember. Pengembangan riset yang dilakukan di Untirta berfokus pada analisis physichochemical sebagai langkah menjadikan Untirta “Pusat Teknologi Ketahanan Pangan”.
Melalui projek 4in1 ini, Prof. Ghufron berharap akan ada perubahan signifikan terhadap Untirta, baik dari segi input maupun output, seperti semakin banyak dosen yang aktif mengambil kesempatan untuk studi di luar negeri, giat menulis jurnal ilmiah bereputasi internasional, aktif berkegiatan dan melaksanakan tanggung jawab terhadap Tri Dharma perguruan tinggi. Selain itu, di masa mendatang, Prof. Ghufron yakin Untirta akan mampu menciptakan kemandirian pangan bagi bangsa melalui peningkatan jumlah produksi pertanian dan mampu terus berinovasi mengembangkan pertanian yang ada. Sehingga nantinya Untirta dapat dijadikan acuan dalam hal pengembangan pertanian, ketahanan pangan, gizi, penelitian, publikasi, hingga hilirisasi dengan berbagai industri di Indonesia. (Iqbal)